Rabu, 18 November 2015

PARIKESIT


Parikesit

Baratayuda telah berakhir dengan kemenangan di pihak Pandawa. Namun, semua putra-putra Pandawa tidak ada satupun yang masih hidup karena Pancawala-pun akhirnya juga terbunuh oleh Aswatama putra Resi  Dorna. Tinggallah Parikesit, cucu Arjuna dan putra Abimanyu yang telah gugur di medan Kurusetra dengan Dewi Utari, yang kemudian dipersiapkan menjadi calon raja di Hastinapura. Setelah dianggap dewasa, Parikesit dinobatkan menjadi raja Hastinapura menggantikan Yudistira. Yudistira dan keempat saudaranya bersama-sama Drupadi kemudian mengundurkan diri dan meninggalkan Hastinapura untuk pergi menuju Puncak Mahameru.

Salah satu kesenangan Parikesit ini adalah berburu binatang di hutan. Suatu saat, ketika sedang berburu dan kelelahan mengejar buruannya, mampirlah Sang Raja ini ke sebuah pertapaan seorang brahmana. Saat itu sang pemilik pertapaan yang bernama Begawan Samiti sedang melakukan samadi sehingga tidak menghiraukan kedatangannya. Merasa tidak dihiraukan dan didiamkan, jengkel hari Parikesit yang lalu mengambil bangkai ular dengan gendewanya dan dikalungkannya bangkai tersebut ke leher sang Begawan. Setelah itu ditinggalkannya begitu saja sang Begawan dengan lilitan bangkai ular di lehernya.

Beberapa saat kemudian muncullah Sang Srenggi, putra Begawan Samiti. Betapa murkanya ketika melihat kondisi ayahnya yang sedang bersamadi diperlakukan tidak hormat oleh seorang ksatria, apalagi itu adalah raja besar Hastinapura. Spontan keluarlah kutukan dari mulutnya, bahwa sang Raja akan mati dalam tujuh hari karena digigit ular. Sang Srenggi kemudian memerintahkan Naga Taksaka untuk mengakhiri hidup Raja Parikesit.

Meski telah diberitahu akan bahaya yang akan merengut nyawanya, Raja Parikesit merasa enggan untuk mengakhiri kutukan tersebut dan memilih memperkuat penjagaannya. Namun dengan menyamar menjadi ulat dan bersembunyi di dalam buah, Naga Taksaka berhasil lolos masuk ke istana Hastinapura dan berhasil menggigit Raja Parikesit.

Berakhir sudah hidup sang Raja Parikesit di tangan Naga Taksaka. Kutukan Sang Srenggi sudah terlaksana, Naga Taksaka pun pergi masuk ke dalam bumi.

Sebuah pelajaran moral bagi seorang pemimpin agar selalu bertindak dengan kesabaran, tidak grusa-grusu dalam melakukan perbuatannya. Bisa menghargai dan menghormati orang lain serta tidak membiarkan nalarnya dikuasai emosi sesaat. Jangan lupa apabila melakukan kesalahan segera meminta maaf dan memperbaikinya. Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, namun tidak mau mengakui kesalahan itulah yang jauh lebih berbahaya, bukan hanya untuk dirinya sendiri saja tetapi juga untuk yang dipimpinnya.

Sumber : Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar